1 PEMERINTAHAN
TRANSISI (era Presiden B.J. Habibie)
- Sejarah Pemerintahan Transisi
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januari-Februari sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar AS.
Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret, antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF. Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal itu menjadi awal dari kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu krisis politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya digantikan oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari jabatannya tetap saja tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat menyebutnya pemerintahan transisi.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia
pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp 2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
- Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
- Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan.
2.
Ekonomi Indonesia pada
Masa Presiden BJ Habibie
Sejak krisis moneter
yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, perusahaan perusahaan
swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah
pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu
sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para
pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji
sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang
mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK. Kondisi
perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan
bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga
barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat. Ini adalah kesalahan Pemerintah Orde Baru yang mempunyai tujuan menjadikan
Negara Republik Indonesia sebagai negara industri, namun tidak mempertimbangkan
kondisi riil di Masyarakat Indonesia yang merupakan sebuah masyarakat agrasis
dan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah. Dan ujung-ujungnya
masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah dan bertambah pula beban
pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna meningkatkan kesejehteraan
rakyat. Habibie yang menjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia
yang serba parah. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha
untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan untuk menjalankan pemerintahan, Presiden
Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh
menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik
Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan
Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan
para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Ø Merekapitulasi
perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
Ø Melikuidasi beberapa bank bermasalah .
Likuidasi adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya.
Ø Menaikan
nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai
tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9200,- dan selanjutnya menurun
menjadi sekitar Rp8000 dalam bulan April hingga pertengahan Mei. Nilai tukar
rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei.
Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait
dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat
hingga Rp. 6500 per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.
Masa
transisi yang panjang perlu disikapi dengan melihat kebijakan ekonomi apa yang
bisa mengeluarkan rakyat dari jebakan masa transisi. Jebakan transisi
menumbuhkembangkan birokrasi yang kurang peka terhadap kesulitan ekonomi
rakyat. Untuk itu perlu adanya lembaga di luar birokrasi yang mampu memberikan
pencerahan ekonomi seperti halnya kemunculan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang bisa memberikan sedikit pencerahan dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi.
Pemerintah perlu diberikan masukan yang intensif untuk masalah ini agar
terbuka pemikirannya untuk memperbaiki ekonomi rakyat. Kebijakan memperbaiki
ekonomi rakyat tak lepas dari upaya pengurangan jumlah kemiskinan. Pada masa transisi
ini, rakyat miskin menjadi pihak yang paling merasakan akibat kebijakan
pemerintah seperti kenaikan harga BBM yang menyebabkan inflasi tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar