Pembahasan
:
1.
Standar Kontrak
2.
Macam-macam
Perjanjian
3.
Syarat Sahnya
Perjanjian
4.
Pembatalan
Perjanjian
5.
Prestasi dan
Wan Prestasi
PENGERTIAN HUKUM PERJANJIAN
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu
perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang
lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena
menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal
dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di
kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu
secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana
kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda
mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli
hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan
atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti
luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap
perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para
pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti
sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum
dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab
undang-undang hukum perdata.
STANDAR KONTRAK
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa
Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang
telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak
tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan
seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut
ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau
hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang
sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah.Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan
adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak
seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks,
suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi
suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi
lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas
umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum
tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas
tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya
karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak.
Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak
untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua
bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki
suatu perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan
bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin
membuat perjanjian.Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian,
maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk
memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah
contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang
mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya,
yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak
mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang
diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya
perjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas.
Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Dalam melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan
kontrak baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat
dua pembatasan. Yang pertama adalah pembatasan yang dilakukan untuk menekan
penyalahgunaan yang disebabkan oleh karena berlakunya asas kebebasan berkontrak.
Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi) dalam
perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak karena
alasan demi kepentingan umum (public interest).
Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak ada kebebasan berkontrak
yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang suatu kontrak yang dapat
berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan masyarakat.
Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang selama ini
dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan diatas
ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang sebelumnya
tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang datangnya
dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku pembuat hukum,
dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature) terutama dari
pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya perjanjian adhesi
atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis.
Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan
campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Sebagai
contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan antara buruh dan
majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas
kebebasn berkontrak, namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan
yang lebih tinggi saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai
bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang berkaitan dengan kontrak
baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan terhadap praktek kontrak
baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya perjanjian baku yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1. Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3.
NBW Belanda
Isi ketentuan itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan
peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri
kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun
dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan, perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan,
setelah ada persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita
Negara.
Seseorang yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku
atau menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya
mengetahui pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia
mengetahui isinya.
2. Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22
prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para
pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip
kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah.
Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku,
maka berlaku aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada
pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu
untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu pihak dan secara
nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3. Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT
menentukan sebagai berikut :
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara
layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak
tersebut secara tegas menerimanya.
Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas
akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4. Pasal 2.21 berbunyi :dalam hal timbul
suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan standar dan tidak standar,
persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5. Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai
kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak
disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali
suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6. UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan
bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan
dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar
hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas
kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga
perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
Macam-macam kontrak atau perjanjian
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan
yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak
asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak
cuma-cuma.
Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak
menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan
debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak
lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk
berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya
perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma,
perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah :
Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para
kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur,
kecuali pada perjanjian jual beli.
Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu
dipersengketakan.
Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur
maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan
janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah
mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau
kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku
III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar
menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam,
pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud
dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang
dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang
hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli,
keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production
sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis.
Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam
tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan
umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP
yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa
dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam
kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320
KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
Macam – Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sbb;
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat
bagi dirinya sendiri.
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada
salah satu pihak saja.
Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak
kepada kedua belah pihak.
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat
antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk
teryentu, yaitu dengan cara tertulis.
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata
sepakat, harus diserahkan.
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah
mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab
XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang
sulit dikualifikasikan.
Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka
perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan
pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya
kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka
laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh
tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian
tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah
dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH
Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian
adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah
pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah
disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab
dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat
pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang
atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini
dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
Pembatalan perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian
yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal
dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam
kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
-Tidak memenuhi prestasi sama sekali
-Terlambat memenuhi prestasi, dan
-Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan
untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang
wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti
rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan
terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
-Pemenuhan perikatan
-Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
-Ganti rugi
-Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
-Pembatalan dengan ganti rugi
Prestasi
Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh
debitur dalam setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam
hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta
kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa semua
harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang aka nada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur.
Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda
tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu
:
a.
Memberikan sesuatu
b.
Berbuat sesuatu
c.
Tidak berbuat sesuatu.
- Menurut
Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah
menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur,
contoh : dalam jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang.
- Dalam
perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan
tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : membangun rumah /
gedung, mengosongkan rumah.
- Dalam
perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan
perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun
rumah, tidak membuat pagar, tidak membuat perusahaan yang sama, dsb.
Sifat Prestasi
Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
1)
Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu
atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
2)
Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara
wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
3)
Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang,
tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu
tidak halal, perikatan batal (nietig).
4)
Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan,
menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat
dibatalkan (vernietigbaar).
5)
Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi
terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan
perikatan (vernietigbaar)
Wanprestasi
Pengertian Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang
diwajibkan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perikatan. Faktor yang
penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :
1)
Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
2)
Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar
kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah.
Untuk menentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan
wanprestasi, ada tiga keadaan yaitu :
(1)
Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,
(2)
Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru,
(3)
Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.
Untuk memperingatkan debitur agar ia memenuhi prestasinya,
maka debitur perlu diberikan peringatan tertulis yang isinya menyatakan debitur
wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu
debitur tidak memenuhinya maka debitur dinyatakan wanprestasi.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi : dilakukan
melalui Pengadilan Negeri yang berwenang dengan perantaraan Jurusita
menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur disertai berita acara
penyampaiannya. Dan dapat juga secara tidak resmi : misalnya melalui surat
tercatat, telegram atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan
tanda terima. Surat peringatan ini disebut “ingebreke stelling”.
Akibat Hukum
Wanprestasi
Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah
sebagai berikut :
(1)
Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur
(Pasal 1243 KUHPdt).
(2)
Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan
perikatan melalui Hakim (Pasal 1266 KUHPdt).
(3)
Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur
sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
(4)
Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau
pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
(5)
Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan
Negeri dan debitur dinyatakan bersalah.